DRAFT PETISI GUGATAN KEPADA MAJALAH TEMPO

DRAFT PETISI GUGATAN KEPADA MAJALAH TEMPO, MOHON MASUKAN, DAN TOLONG DI-LIKE SEBAGAI BENTUK PARTISIPASI ANDA DALAM PETISI TERSEBUT:

TEMPO, JANGAN RUSAK REKONSILIASI KAMI SESAMA ANAK-ANAK BANGSA

Kami yang bertandatangan di bawah ini mengajukan PETISI kepada MAJALAH TEMPO dengan sejumlah pernyataan gugatan sebagai berikut:
1. Hari-hari ini – setelah Majalah TEMPO menurunkan laporan tentang peristiwa 1965 dalam edisi 1-7 oktober 2012 – kehidupan kebangsaan kita menjadi sesak. Sesama anak-anak bangsa mulai saling curiga, dan berpotensi saling tuduh dan menyalahkan, yang jelas akan merusak kehidupan kebangsaan kita yang harmonis ini. Laporan Majalah TEMPO dalam edisi tersebut justru merusak suasana harmoni dan situasi rekonsiliasi yang sudah berjalan di antara berbagai komunitas bangsa ini, terutama antara kalangan NU dan pesantren dengan para mantan anggota PKI, simpatisan beserta keluarganya di Tanah Air.
2. Selain itu, laporan Majalah TEMPO juga mengandung muatan penghinaan, cercaan dan diskriminasi terhadap para kiai dan orang-orang pesantren yang dituduh terlibat dalam pembunuhan dan pembantaian orang-orang PKI di tahun 1965. Asas jurnalisme “cover all sides” tidak dihargai dalam reportase tersebut. Demikian pula asas “cek dan cek-ulang” dan klarifikasi juga tidak dihormati. Apalagi dalam isu sensitif seperti kasus 1965, sudah seharusnya Majalah TEMPO berhati-hati dalam pemberitaannya, dengan mempertimbangkan segenap asas pemberitaan, reportase dan penulisan yang beretika dan menjunjung tinggi asas-asas jurnalisme dan kewartawanan yang obyektif, bermoral dan bertanggung jawab.
3. Majalah TEMPO harus memahami dan mengerti tentang dunia pesantren agar tidak membawa kesesatan kepada pembaca. Pesantren dan para kiai adalah pilar-pilar tegaknya bangsa ini, dan merupakan garda depan gerakan rekonsiliasi dan pluralisme di negeri ini. Berbagai elemen bansga dari manapun asal, suku ataupun agamanya, selalu menggandeng NU dan para kiai untuk bersatu dan bersama-sama menggerakkan semangat rekonsiliasi dan pluralisme tersebut. Sementara pemberitaan Majalah TEMPO penuh bahasa-bahasa insinuatif dan provokatif yang tidak menghormati sama sekali dunia pesantren dan para kiai.
4. Majalah TEMPO adalah aset bangsa, yang seharusnya juga bekerja untuk kemaslahatan bangsa. Oleh karena itu dengan asas jurnalisme yang obyektif, bermoral dan bertanggung jawab, Majalah TEMPO sudah seharusnya menjadi bagian dari segenap kekuatan bangsa ini. Dan bukan malah mengabaikan tradisi kebangsaan ini lalu menjualnya untuk kepentingan konsumsi dan selera rendah pembaca. Majalah TEMPO harus terus-menerus ingat akan dirinya bahwa masalah 1965 terlalu banyak terkait dengan kepentingan internasional untuk mendiskreditkan bangsa Indonesia, terutama orang-orang NU dan komunitas pesantren. Tanpa menyadari itu semua, Majalah TEMPO berpotensi hanya akan menjadi alat kepentingan asing dalam menggebuk anak-anak bangsa ini.

Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kami meminta Majalah TEMPO untuk segera melakukan hal-hal berikut:

1. Majalah TEMPO harus segera mengklarifikasi segenap pemberitaanya dalam edisi 1-7 Oktober 2012 tentang kasus 1965. Meminta hak jawab kepada masyarakat NU dan komunitas pesantren bukanlah solusi, karena hak jawab kami yang dimuat dalam surat pembaca masih menunjukkan bahwa Majalah TEMPO tidak atau belum introspeksi diri dan belum koreksi diri dalam melanggar kode etik jurnalisme “cover all sides” dalam segenap detil muatan beritanya di edisi tersebut.
2. Majalah TEMPO harus meminta maaf kepada masyarakat NU dan komunitas pesantren, dan pernyataan maaf itu harus dimuat di Majalah TEMPO dan di dua koran nasional yang terbit di ibukota.
3. Majalah TEMPO harus terus-menerus menjadi bagian dari gerakan rekonsiliasi nasional dalam kasus 1965, dan bukan malah menjadi bagian dari perusak gerakan rekonsiliasi tersebut. Dan semangat rekonsiliasi itu harus tercermin dalam segenap pemberitaannya setiap tahun dalam momen 30 September ataupun 1 Oktober.

Jakarta, 15 Oktober 2012
Kami, Aliansi Masyarakat Bangsa dan Komunitas Pesantren untuk Rekonsiliasi
1

Categories: Share

Leave a Reply